Welcome to Alpha's blog ^__^ Semoga blog ini bisa memberikan inspirasi bagi banyak orang. Terima kasih. Tuhan memberkati... Artikel: Si Kecil Ketahuan Berbohong?

Si Kecil Ketahuan Berbohong?

Harus Bagaimana Jika Si Kecil Ketahuan Berbohong?

Suatu sore, Arman pulang dengan membawa bola sepak yang bukan miliknya. Ketika Anda sebagai orangtua menanyakan perihal bola tersebut, Arman menjawab bahwa Rico, temannya, memberikan bola itu padanya. Saat Anda mengonfirmasikan hal itu pada Rico, Anda malah mendapati bahwa Arman merebut paksa bola tersebut.





Berada di posisi seperti ini memang tidak mengenakkan. Di satu sisi, hati kecil Anda ingin sekali percaya si buah hati, tetapi di sisi lain, insting Anda justru mengatakan bahwa si kecil telah berbohong.

Anda tidak sendirian. Faktanya, semua anak pernah membohongi orangtuanya. Bahkan, jujur saja, ketika Anda masih kecil, Anda juga pasti pernah mengucap dusta di hadapan orangtua.

Berbohong adalah tindakan yang manusiawi. Biasanya, hal itu dilakukan untuk menutupi kesalahan, membenarkan sikap yang salah, dan melempar tanggung jawab kepada orang lain.

Memang, tidak semua kebohongan bertujuan jahat. White lie, atau kebohongan yang dilakukan demi menjaga perasaan orang lain, misalnya, berada di zona abu-abu.

Akan tetapi, baik bertujuan mulia maupun tidak, dilakukan dengan sengaja maupun tidak, kebohongan tetaplah kebohongan. Tidak ada alasan untuk menolerir perbuatan itu, apalagi jika si kecil pelakunya.

Masalahnya, jika anak yang berbohong dibiarkan begitu saja, tanpa sanksi, bukan tidak mungkin ia akan kembali membohongi Anda atau orang lain dikemudian hari. Pada akhirnya, bohong bisa "naik kelas" menjadi kebiasaan, bahkan tabiat yang sulit dihilangkan.

Ketahui Alasannya
Untuk menghadapi anak yang mulai "belajar" berbohong, Anda harus tahu dulu alasan yang mendorongnya membohongi Anda.

Ada banyak sekali alasan yang mendasari si kecil berbohong. Yang paling umum adalah karena mereka ingin menghindari konsekuensi dari kesalahannya.

Selain itu, sebagian anak, terutama yang haus akan pujian orang dewasa, berbohong karena khawatir kesalahan yang ia lakukan akan berdampak buruk pada "citra baik" yang sudah susah payah ia bangun. Sebagian lain berbohong untuk mendapat perhatian lebih, atau sebagai upaya untuk membalas dendam, dan mengekspresikan kecemburuan.

Alasan lainnya adalah karena terkadang imajinasi anak kelewat tinggi, hingga ia sendiri sukar membedakan mana yang kenyataan, dan mana yang hanya imajinasi semata. Jika hal ini yang menjadi alasan, ditambah jika Anda melihat kecenderungan kelainan perilaku pada anak, jangan ragu untuk meminta pertolongan psikolog anak.

Jangan Memojokkan
Tetapi, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. Jika si kecil baru sekali berbohong, jangan langsung menudingnya sebagai pembohong, dan mengantarkannya ke psikolog.

Yang pertama harus Anda lakukan adalah mengajak si kecil berbicara di ruangan tertutup. Sampaikan padanya fakta-fakta yang telah berhasil Anda kumpulkan, baik fakta aktual - seperti keterangan orang yang melihat peristiwa itu - atau informasi historikal - yang kejadian seperti ini pernah terjadi sebelumnya.

Sampaikan juga, pentingnya kejujuran, dan pengaruhnya terhadap tingkat kepercayaan Anda. Tegaskan bahwa ketidak-jujuran akan membawa dampak langsung pada anak, misalnya waktu bermainnya dipangkas, atau uang jajannya dikurangi. Sebaliknya, jika ia mau mengakui kebohongannya, Anda akan mempertimbangkan ulang sanksi yang akan ia terima.

Sebaiknya, Anda tidak langsung memintanya mengaku pada saat itu juga, karena hal itu akan membuatnya merasa terpojok, dan memicunya kembali berbohong. Berikanlah waktu agar si kecil bisa mempertimbangkan sikap yang akan ia ambil selanjutnya.

Nah, pada waktu yang telah ditentukan, tanyakan kembali apa yang sebenarnya terjadi, apakah ia sudah siap berkata jujur kepada Anda.

Jika pada saat itu ia mengakui kebohongannya, pujilah keberaniannya yang sudah berani mengakui kesalahn. Katakan bahwa tindakan itu telah mengembalikan kepercayaan Anda. Tetapi, Anda tetap harus memberinya sanksi, meski sanksinya lebih ringan, dibandingkan bila ia terus berbohong.

Sebaliknya, jika si kecil tetap bersikukuh pada kebohongannya, ungkapkan kekecewaan Anda, karena "dengan berat hati" harus memberinya sanksi yang lebih berat. Sampaikan juga bagaimana sikapnya tersebut telah memporak-porandakan kepercayaan Anda, dan membuat Anda sulit mempercayainya lagi di kemudian hari.

Jika setelah itu, si kecil kembali berbohong, hadapilah dengan tenang. Dengan langkah korektif dan konsekuensi yang tepat, kebiasaan berbohong si kecil bisa dipangkas.

Ingatlah, bola ada di pihak Anda. Jika Anda menggulirkannya ke jalur yang benar, gol kemenangan akan menambah poin keberhasilan Anda sebagai orangtua.

CEGAH SEBELUM JADI KEBIASAAN
Bagaimanapun juga, mencegah selalu lebih baik. Karena itu, jika Anda tidak mau dihadapkan pada drama kebohongan si kecil, sebaiknya Anda sering menjelajahi imajinasinya.

Anak-anak, terutama yang berusia 3-5 tahun, memiliki imajinasi yang terkadang tidak bisa dipahami oleh orang dewasa. Mereka gemar mendengar, menonton dan membaca cerita fantasi, hingga terkadang terjebak dalam dunia fantasi mereka sendiri.

Akhirnya, mereka tidak lagi bisa membedakan mana yang fakta, dan mana yang hanya berasal dari alam pikiran mereka. Di sinilah peran orangtua sangat dibutuhkan.

Jika anak awalnya menceritakan kisah yang sebenarnya, dan kemudian membawanya ke luar jalur, Anda tidak boleh diam saja. Anda bisa mengatakan,"Wah, andai kejadiannya seperti itu. Tapi coba kamu katakan, sebenarnya apa yang terjadi? Jadi, mama-papa bisa mendengar dua versi - versi nyata dan versi imajinasi." Dengan begitu, Anda tidak membatasi imajinasinya, tetapi membantunya memisahkan fakta dari imajinasi. Lakukan hal itu secara rutin, agar anak terlatih untuk membedakan mana fakta dan mana yang hanya bersumber dari khayalannya.
(mga)

Diambil dari : Health Today Indonesia, edisi April 2010

0 comments:

Post a Comment